Cari Blog Ini

Jumat, 17 Desember 2010

Ketika yang mengalahkan kita adalah diri kita sendiri

Sore itu seorang teman menyampaikan pesan panitia kepada temannya yang lain...
"Karena penyisihan kemarin hasilnya seri jadi siapa yang punya waktu, lusa boleh jadi wakil kelas untuk pertandingan lusa, kamu aja yah...?!"
Sejenak teman yang disampaikan pesan itu merenung...
"Penyisihan kemarin aku memang merasa aku lebih baik...dari tiga kriteria...aku memenuhi semuanya...tapi toh nilai koma aku paling sedikit...emang sih hasil akhirnya dibulatkan dan ga da pemenang."
"Mau ga?"
"Okey deh!"
Keesokan harinya aku mempersiapkan semuanya dengan baik dan aku sangat yakin aku akan memenangkan seluruh hadiahnya, bahkan aku pasti akan menyisihkan sebagian hadiahnya untuk disumbangkan.
Tibalah hari pertandingan. Tepat pukul 8 pagi aku pergi ke tempat pertandingan, aku yakin aku akan telat, tapi aku yakin aku tidak akan mengalami masalah diskualifikasi karena aku yakin peserta lain juga telat.
Tepat pukul 9 pagi, batas akhir mendaftar ulang pertandingan, aku datang ke meja panitia, tapi aku ditolak.
"Dari kelompok kamu sudah ada yang mewakilkan."kata panitia
Kulihat namanya, aku tidak mengenalnya. Hendak aku akan membela diri tapi...
"Maaf yah pendaftaran ulang ditutup, pertandingan akan dimulai."
Semakin aku terhenyak...kulihat persiapan peserta lain yang tadinya adalah calon lawan - lawanku...secara teori dan praktik semua yang ada disitu memastikan mereka akan kalah olehku...
Ah, aku masih terlalu angkuh…toh aku ternyata tidak dapat bertanding…sampai akhirnya ku saksikan penyerahan penghargaan kepada pemenang…aku baru sadar aku yang kalah...bukan oleh mereka tapi oleh diriku sendiri...
Keyakinan bukan segala – galanya. Terlalu yakin artinya sombong. Ingatlah bahwa Allah SWT yang menentukan semua.
Tulislah rencanamu dengan pensil kemudian berikan penghapusnya kepada Tuhanmu dengan ikhlas sehingga Dia akan menghapus mana yang kurang baik untukmu. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui.

Rabu, 15 Desember 2010

Mengukur panjang dunia

Seorang teman bertanya pada Fulan: "Berapa meterkah panjang dunia ini?"

Pada saat yang sama orang-orang mengusung petimati berisi jenazah ke kuburan.

Fulan pun menunjuk petimati itu dan berkata, "Tanya dia! Lihat, dia telah mengukurnya, menghitung, dan sekarang dia pergi!"

Selasa, 07 Desember 2010

Seorang profesor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer. Di sana ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, bernama Harry.
Harry yang dikirim untuk menjemput sang profesor di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan koper. Ketika berjalan keluar, Harry sering menghilang. Banyak hal yang dilakukannya, ia membantu seorang wanita tua yang kopernya jatuh, kemudian mengangkat anak kecil agar dapat melihat pemandangan. Ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali ia kembali ke sisi sang profesor itu, senyum lebar selalu menghiasi wajahnya.
”Dari mana Anda belajar melakukan hal – hal seperti itu?” tanya sang profesor. ”Oh,”kata Harry,”selama perang saya kira.” Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam, termasuk tugasnya saat itu, membersihkan ladang ranjau dan bagaimana ia harus menyaksikan satu persatu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya.
”Saya belajar untuk hidup diantara pijakan setiap langkah,”katanya. ”Saya tak pernah tahu apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir dalam hidup, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru, dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini.”
Kelimpahan hidup tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup, tetapi sejauh mana kita menjalani hidup yang berkualiatas. (private-lib@telkom.net)
Sepenggal cerita diatas patutlah kita renungkan. Berapa banyak yang telah kita inginkan dari orang – orang disekitar kita serta dunia ini? Seberapa sering kita berdoa, meminta sesuatu, kepada Allah SWT? Tetapi, apa saja yang telah kita lakukan untuk mereka serta tentu saja Allah SWT? Layaklah kita, dalam memulai tahun yang baru ini untuk berhijrah. Hijrah berarti berpindah. Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah dari Mekkah, kota yang menjadi pusat jahiliyyah saat itu ke Madinah, kota yang menjadi cikal bakal pusat Islam. Peristiwa itu dijadikan sebagai awal penanggalan tahun Islam, tahun Hijriah. Awal tahun merupakan waktu melakukan intropeksi dan evaluasi terhadap apa saja yang telah kita lakukan serta merencanakan dan memulai tahun dengan berhijrah. Bukan berpindah tempat tinggal, sekolah, kuliah, tempat kerja, atau jabatan, tetapi berpindah diri. Dari diri yang belum tahu menjadi tahu, dari diri yang jahat menjadi diri yang baik, dari diri yang baik menjadi lebih baik. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari, haruslah selalu ada perubahan dalam diri kita meskipun hanya sekedar menjadi orang yang selalu mengucapkan salam keselamatan kepada orang yang disayanginya atau menjadi orang yang selalu mengucapkan basmalah dalam memulai pekerjaan. Setiap saat kita pun harus selalu bersyukur atas segala yang telah Allah SWT berikan meskipun hanyalah udara yang bebas kita hirup, mata yang bisa berkedip, serta jantung yang masih bisa berdetak.
Berbahagialah seseorang yang hari ini menjadi lebih baik dari kemarin, merugilah seseorang yang hari ini seperti kemarin.
Tidak ada hal yang lebih baik untuk memaknai kedatangan 1 Muharram 14 Muharram 1432 H, selain dengan menjadilebih baik dari kemarin, melakukan hal yang telah diperintahkan – Nya serta meninggalkan hal yang dilarang oleh Allah SWT.